Lokal Tasikmalaya-Jika anda pernah membaca Aturan BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 4 2 TAHUN 2023 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN BENTURAN KEPENTINGAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa benturan kepentingan merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme di lingkungan Pemerintah Daerah; b. bahwa untuk mewujudkan kondisi yang bebas dari benturan kepentingan agar tercipta tata kelola pemerintahan yang bebas korupsi, kolusi dan nepotisme, diperlukan pengaturan mengenai Pedoman Penanganan Benturan Kepentingan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Pedoman Penanganan Benturan Kepentingan di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam lingkungan Propinsi Djawa Barat (Berita Negara Tahun 1950) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang dengan mengubah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Djawa Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2851); 2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150); 4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494); 5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4890); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6041); 8. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Penanganan Benturan Kepentingan; 9. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 90 Tahun 2021 tentang Pembangunan dan Evaluasi Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di Instansi Pemerintah (Berita Negara Tahun 2021 Nomor 1571); 10. Peraturan Daerah Kabupaten Tasikmalaya Nomor 1 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pembentukan Produk Hukum Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016 Nomor 1); 11. Peraturan Daerah Kabupaten Tasikmalaya Nomor 3 Tahun 2016 tentang Urusan Pemerintahan yang menjadi Kewenangan Pemerintahan Kabupaten Tasikmalaya (Lembaran Daerah Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2016 Nomor 3); 12. Peraturan Bupati Tasikmalaya Nomor 46 Tahun 2017 tentang Pedoman Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Taskmalaya (Berita Daerah Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2017 Nomor 46); 13. Peraturan Bupati Tasikmalaya Nomor 28 Tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Whistle Blowing System (Berita Daerah Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2021 Nomor 28); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN PENANGANAN BENTURAN KEPENTINGAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Bupati yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Tasikmalaya. 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 3. Bupati adalah Bupati Tasikmalaya. 4. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Bupati dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. 5. Benturan Kepentingan adalah situasi dimana penyelenggara negara memiliki atau patut diduga memiliki kepentingan pribadi terhadap setiap penggunaan wewenang sehingga dapat mempengaruhi kualitas keputusan dan/atau tindakannya. 6. Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah. 7. Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan. 8. Pejabat adalah Pejabat ASN pada lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya. 9. Pegawai adalah Pegawai ASN dan setiap orang yang bekerja di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya. 10. Gratifikasi adalah kegiatan memberi atau menerima hadiah dalam bentuk uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, hiburan, cinderamata, serta fasilitas lainnya melalui sarana elektronik maupun non elektronik. 11. Korupsi adalah perbuatan yang secara melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara dan perekonomian negara. 12. Kolusi adalah permufakatan atau kerja sama secara melawan hukum antar-penyelenggara negara atau antara penyelenggara negara dan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat, dan atau negara. 13. Nepotisme adalah setiap perbuatan penyelenggara negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. 14. Atasan Langsung adalah atasan dari Pejabat/Pegawai yang berpotensi yang berpotensi memiliki Benturan Kepentingan. 15. Whistle Blowing System adalah mekanisme penyampaian pengaduan dugaan pelanggaran yang telah terjadi, sedang terjadi, atau akan terjadi yang melibatkan ASN dan orang lain yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran yang dilakukan di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya. Pasal 2 Pedoman umum penanganan Benturan Kepentingan bertujuan: a. menyediakan acuan untuk mengenal, mencegah, dan mengatasi Benturan Kepentingan; b. menciptakan budaya pelayanan publik yang dapat mengenal, mencegah, dan mengatasi situasi Benturan Kepentingan secara transparan dan efisien tanpa mengurangi kinerja Pejabat/Pegawai yang bersangkutan; c. mencegah terjadinya pengabaian pelayanan publik; d. menegakan integritas; dan e. menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, serta bebas Kolusi, Korupsi dan Nepotisme. BAB II BANTUK, JENIS DAN PENYEBAB BENTURAN KEPENTINGAN Bagian Kesatu Bentuk Pasal 3 Bentuk potensi, situasi dan kondisi Benturan Kepentingan yang dihadapi oleh Pejabat/Pegawai, sebagai berikut: a. situasi yang menyebabkan seseorang menerima gratifikasi atau pemberian/ penerimaan hadiah atas suatu keputusan/jabatan; b. situasi yang menyebabkan penggunaan aset jabatan/instansi untuk kepentingan pribadi/golongan; c. situasi yang menyebabkan informasi rahasia jabatan/instansi dipergunakan untuk kepentingan pribadi/golongan; d. perangkapan jabatan yang memiliki hubungan langsung atau tidak langsung, sejenis atau tidak sejenis, sehingga menyebabkan pemanfaatan suatu jabatan untuk kepentingan jabatan lainnya; e. situasi dimana seseorang memberikan akses khusus kepada pihak tertentu misalnya dalam rekrutmen pegawai tanpa mengikuti prosedur yang seharusnya; f. situasi yang menyebabkan proses pengawasan tidak mengikuti prosedur karena adanya pengaruh dan harapan dari pihak yang diawasi; g. situasi dimana kewenangan penilaian suatu obyek kualifikasi dan objek tersebut merupakan hasil dari penilai; h. situasi dimana adanya kesempatan penyalahgunaan jabatan; i. situasi dimana seseorang menentukan sendiri besaran tunjangannya; j. moonlighting atau outside employment (bekerja di luar pekerjaan pokoknya); dan k. situasi yang memungkinkan penggunaan diskresi yang menyalahgunakan wewenang Bagian Kedua Jenis Pasal 4 Jenis Benturan Kepentingan sebagai berikut: a. kebijakan yang berpihak akibat pengaruh/hubungan dekat/ ketergantungan/pemberian gratifikasi; b. pemberian izin yang diskriminatif; c. pengangkatan pegawai berdasarkan hubungan dekat/balas jasa/ rekomendasi/pengaruh dari Pejabat; d. pemilihan rekanan kerja berdasarkan keputusan yang tidak profesional; e. melakukan komersialisasi pelayanan publik; f. penggunaan aset dan informasi rahasia untuk kepentingan pribadi; g. menjadi bagian dari pihak yang diawasi; h. melakukan pengawasan tidak sesuai dengan norma, standar, dan prosedur; i. menjadi bawahan pihak yang dinilai; j. melakukan pengawasan atas pengaruh pihak lain; k. melakukan penilaian atas pengaruh pihak lain; l. melakukan penilaian tidak sesuai norma, standar, dan prosedur; m. menjadi bagian dari pihak yang memiliki kepentingan atas sesuatu yang dinilai; dan n. penyelidikan dan penyidikan yang dapat merugikan pihak terkait karena pengaruh pihak lain. Bagian Ketiga Penyebab Pasal 5 Penyebab Benturan Kepentingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sebagai berikut: a. penyalahgunaan wewenang dalam membuat keputusan atau tindakan yang tidak sesuai dengan tujuan atau melampaui batas pemberian wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan; b. perangkapan jabatan, menduduki dua atau lebih jabatan publik sehingga tidak bisa menjalankan jabatannya secara profesional, independen dan akuntabel; c. hubungan afiliasi yang dimiliki oleh seorang pejabat/pegawai dengan pihak tertentu baik karena hubungan darah, hubungan perkawinan maupun hubungan pertemanan yang dapat mempengaruhi keputusannya; d. gratifikasi; dan e. kelemahan sistem organisasi yang menjadi kendala bagi pencapaian tujuan pelaksanaan kewenangan yang disebabkan karena struktur dan budaya organisasi yang ada. BAB III PEJABAT/PEGAWAI YANG BERPOTENSI MEMILIKI BENTURAN KEPENTINGAN Pasal 6 Pejabat/Pegawai yang berpotensi memiliki Benturan Kepentingan dengan bentuk, jenis dan penyebab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 terdiri dari: -6- a. Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama; b. Pejabat Administrator dan Pejabat Pengawas; c. Pejabat Fungsional Perencana; d. Pejabat Fungsional Auditor; e. Pejabat Fungsional Pengawas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah; f. Pelaksana pelayanan publik, terdiri dari pejabat, pegawai, petugas dan setiap orang yang bekerja di dalam unit organisasi yang mempunyai tugas memberikan pelayanan publik; g. Pejabat/Pegawai yang bertugas melakukan verifikasi, sertifikasi, pengujian, dan penilaian lainnya; dan h. Penyidik Pegawai Negeri Sipil. BAB IV UNIT PENANGANAN BENTURAN KEPENTINGAN Pasal 7 (1) Unit Penanganan Benturan Kepentingan ditetapkan dengan Keputusan Bupati. (2) Unit Penanganan Benturan Kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. unsur Perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan kepegawaian; b. unsur yang menyelenggarakan urusan pengawasan; dan c. unsur Perangkat Daerah terkait. (3) Unit Penanganan Benturan Kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas: a. mendorong Perangkat Daerah menerapkan kode etik, komitmen, melakukan sosialisasi, arahan dan konseling dan pendeklarasian Benturan Kepentingan; b. menerima, menganalisa, dan mengadministrasikan laporan penanganan Benturan Kepentingan; c. menyampaikan hasil pengelolaan dan rekapitulasi laporan penanganan Benturan Kepentingan; d. melakukan pemetaan titik rawan Benturan Kepentingan; dan e. melakukan monitoring dan evaluasi penanganan Benturan Kepentingan. (4) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas unit penanganan Benturan Kepentingan dibentuk sekretariat. BAB V PENANGANAN BENTURAN KEPENTINGAN Bagian Kesatu Prinsip Dasar Pasal 8 Penanganan Benturan Kepentingan dilakukan dengan prinsip dasar sebagai berikut: a. mengutamakan kepentingan publik; b. menciptakan keterbukaan penanganan dan pengawasan Benturan Kepentingan; c. mendorong tanggung jawab pribadi dan sikap keteladanan; dan d. menciptakan dan membina budaya organisasi yang tidak toleran terhadap Benturan Kepentingan.Bagian Kedua Pelaksanaan Paragraf 1 Penyampaian Laporan/Pengaduan Pasal 9 (1) Setiap Pejabat/Pegawai melakukan identifikasi potensi, situasi dan kondisi terjadinya Benturan Kepentingan dalam melaksanakan tugasnya. (2) Dalam hal pada hasil identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat potensi, situasi dan kondisi terjadinya Benturan Kepentingan, Pejabat/Pegawai wajib melaporkan kepada Atasan Langsung melalui pernyataan tertulis. (3) Pernyataan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini. Pasal 10 Ketentuan mengenai pelaporan Benturan Kepentingan terkait Gratifikasi yang diterima oleh Pejabat/Pegawai dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelaporan Gratifikasi. Pasal 11 (1) Pemangku kepentingan, mitra kerja dan masyarakat yang mengetahui adanya potensi, situasi dan kondisi terjadinya Benturan Kepentingan di lingkungan Pemerintah Daerah, dapat menyampaikan pengaduan secara tertulis kepada Atasan Langsung Pejabat/Pegawai yang berpotensi memiliki Benturan Kepentingan, dengan mencantumkan identitas jelas dan melampirkan bukti. (2) Pemangku kepentingan, mitra kerja dan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai hak: a. mendapatkan informasi mengenai perkembangan pengaduan yang disampaikan; b. mendapat jaminan kerahasiahan identitas; dan c. mendapat perlindungan hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Pemangku kepentingan, mitra kerja dan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kewajiban mempertanggungjawabkan dan merahasiakan pengaduan yang disampaikan Pasal 12 (1) Dalam hal terdapat ASN yang mengetahui adanya potensi, situasi dan kondisi terjadinya Benturan Kepentingan di lingkungan Pemerintah Daerah, maka ASN tersebut dapat menyampaikan pengaduan secara tertulis kepada Atasan Langsung Pejabat/Pegawai yang berpotensi memiliki Benturan Kepentingan. (2) Ketentuan mengenai tata cara pengaduan, hak dan kewajiban ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai ketentuan Peraturan Bupati yang mengatur mengenai pelaksanaan Whistle Blowing System. -8- Pasal 1 Format pernyataan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan Pasal 11 ayat (2) tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini. Paragraf 2 Larangan Pasal 14 (1) Pejabat/Pegawai yang dilaporkan dalam potensi, situasi dan kondisi terjadinya Benturan Kepentingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 dilarang: a. melakukan transaksi dan/atau menggunakan aset instansi untuk kepentingan pribadi, keluarga atau golongan; b. menerima dan/atau memberi hadiah/manfaat dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan jabatannya dalam kaitannya dengan mitra kerja, penyedia barang dan jasa; c. menerima dan/atau memberi barang/parcel/uang/setara uang atau dalam bentuk apapun pada hari raya keagamaan; d. mengizinkan pihak ketiga memberikan sesuatu dalam bentuk apapun kepada penyelenggara negara; e. menerima refund dan keuntungan pribadi lainnya yang melebihi dan atau bukan haknya dari hotel atau pihak manapun juga dalam rangka kedinasan atau hal-hal yang dapat menimbulkan potensi Benturan Kepentingan; f. bersikap diskriminatif, tidak adil untuk memenangkan penyedia barang/jasa rekanan/mitra kerja tertentu dengan maksud untuk menerima imbalan jasa untuk kepentingan pribadi, keluarga dan/atau golongan; g. memanfaatkan data dan informasi rahasia instansi untuk kepentingan pihak lain; dan h. turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya, secara sengaja baik langsung maupun tidak langsung. (2) Pejabat/Pegawai yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan sanksi administratif sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 3 Telaah Awal Pasal 15 (1) Atasan Langsung melakukan telaah awal terhadap laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 11, dan Pasal 12. (2) Berdasarkan hasil telaahan awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Atasan Langsung menentukan ada atau tidak adanya Benturan Kepentingan paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah menerima laporan. (3) Dalam hal hasil telaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyatakan Pejabat/Pegawai memiliki Benturan Kepentingan, maka dalam jangka waktu 2 (dua) hari: a. Pejabat/Pegawai tersebut diputuskan untuk tidak terlibat dalam proses pengambilan keputusan terkait dengan penugasan dan/atau mengambil tindakan lain; dan b. keputusan dan/atau tindakan yang dilakukannya ditinjau oleh atasan dari Atasan Langsung Pejabat/Pegawai tersebut. (4) Dalam hal hasil telaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyatakan Pejabat/Pegawai tidak memiliki benturan Kepentingan: a. Pejabat/Pegawai tersebut tetap menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dalam kegiatan tersebut; b. keputusan dan/atau tindakan yang dilakukannya tetap berlaku. Paragraf 3 Pemberian Saran Tindak Cegah oleh Atasan Langsung Pasal 16 Dalam hal Benturan Kepentingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) dapat dikendalikan oleh Pejabat/Pegawai yang bersangkutan, Atasan Langsung memberikan saran tindak cegah atas Benturan Kepentingan yang dihadapi. Paragraf 4 Penilaian oleh Atasan dari Atasan Langsung Pasal 17 (1) Dalam hal Benturan Kepentingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) tidak dapat dikendalikan oleh Pejabat/Pegawai yang bersangkutan, Atasan Langsung Pejabat/Pegawai yang dimaksud melaporkan kepada atasan dari Atasan Langsung dan seterusnya secara berjenjang. (2) Terhadap laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atasan dari Atasan Langsung melaksanakan penilaian. (3) Dalam hal hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menunjukan adanya Benturan Kepentingan, atasan dari Atasan Langsung menyampaikan kepada Unit Penanganan Benturan Kepentingan. Paragraf 5 Sanksi Pasal 18 Pejabat/Pegawai yang terbukti memiliki Benturan Kepentingan dijatuhi sanksi dengan tata cara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VI PENGENDALIAN, MONITORING DAN EVALUASI Bagian Kesatu Pengendalian Pasal 19 Pengendalian Penanganan Benturan Kepentingan disetiap Perangkat Daerah menjadi tanggung jawab Kepala Perangkat Daerah yang bersangkutan. -10- Bagian Kedua Monitoring dan Evaluasi Pasal 20 Setiap Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Daerah melakukan monitoring dan evaluasi internal secara berkala dalam rangka identifikasi potensi Benturan Kepentingan dan penanganannya. Pasal 21 Unit Penanganan Benturan Kepentingan melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap penanganan Benturan Kepentingan pada Perangkat Daerah. BAB VII PEMBIAYAAN Pasal 22 Pembiayaan penanganan Benturan Kepentingan dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 23 Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Tasikmalaya. Ditetapkan di Singaparna pada tanggal 16 Oktober 2023 BUPATI TASIKMALAYA, ttd ADE SUGIANTO Diundangkan di Singaparna pada tanggal 16 Oktober 2023 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA, ttd MOHAMAD ZEN BERITA DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA TAHUN 2023 NOMOR 42. jnj bukti aturan ada dengan segala huruf dan pasal diterapkan, namun pada kenyataannya KKN. dan gratifikasi tetap saja ada.demikian andri elyus luntungan pengamat International mengatakan. kepada online melalui HP. kemarin.pertanyaannya untuk segala aturan dibuat jika aslinya KKN Dan Gratifikasi menjamur di Kabupaten tasikmalaya. apakah aturan ini dibuat semacam pagar atau benteng diri saja ataukah bentuk komoplase belaka.?. artinya jika ingin melihat KKN Dan Gratifikasi silahkan lihat sendiri dikab tasikmalaya tempatnya, artinya aturan hanya sebagai hiasan saja kenyataannya gratifikasi rata diseluruh lini didinas terjadi.hal ini diungkapkan oleh warga juga koresponden yang berada ditasikmlaya. apa yang dikatakan mereka itu mendekati kebenaran. hasil pemantauan, disidik terjadi, di perijinan, didepag, juga dibeberapa dinas lainnya.