Nasional- -Andri elyus Luntungan Pengamat International mengatakan Hari Pers Nasional diperingati setiap tanggal 9 Februari, diambil dari tanggal lahir Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada 1946. Hari Pers Nasional ditetapkan Presiden Suharto pada 1985 melalui Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1985 tentang Hari Pers Nasional.Puncak peringatan Hari Pers Nasional 2024 akan digelar di Jakarta, Selasa (20/2/2024) sore.ini. Persoalannya bukan itu saja melainkan perlu juga Seluruh pers memahami keadaan -Kebebasan pers, lanjut andri, harus diperjuangkan dengan tanggung jawab untuk memperoleh dan menyajikan berita yang benar kepada publik.
Karena kebebasan pers bukan hanya untuk kepentingan jurnalis, tetapi juga berkaitan dengan hak-hak asasi publik untuk mendapatkan informasi yang baik, ungkapnya.
Menghadapi dunia Digital
Andri mengatakan Rasio saingan ancaman terhadap Pers perkembangan jurnalisme digital.
Era digital seperti dua mata pisau, kata dia. Di satu sisi era digital mempermudah jurnalis, namun di sisi lain menjadi ancaman bagi jurnalis dan perusahaan media.
“Digital itu jauh lebih mudah dan cepat melalui serangan digital. trennya berubah lebih mudah menggunakan digital. Kemudian, (jurnalis) lebih mudah dikriminalisasi karena adanya Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE),” Cetus Andri.
“Serangan digital ini dampaknya sangat luar biasa bagi Pers atau jurnalis Media cetak dan perusahaan medianya. oleh sebab media cetak bisa dibilang kalah cepat dengan media online atau dunia digital itu. Dunia digital juga ada efeknya Ketika aset digital perusahaan media siber diambil alih, kemudian kontennya dihapus, bisa dibayangkan kerugiannya berapa miliar atau ratusan juta ketika kontennya dihapus. Sehingga, pentingnya ada back up data,” ujarnya.Lupakan dulu semua dugaan itu kembali kepada sejarah terlahirnya Pers- dan bagaimana -Ingin menerbitkan surat kabar di Hindia Belanda saat itu sebenarnya sudah sangat lama, tetapi selalu dihambat oleh pemerintah VOC. Baru setelah Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron van Imhoff menjabat, terbitlah surat kabar "Bataviasche Nouvelles en Politique Raisonnementen" yang artinya "Berita dan Penalaran Politik Batavia" pada 7 Agustus 1744.
Ketika Inggris menguasai wilayah Hindia Timur pada tahun 1811, terbit surat kabar berbahasa Inggris "Java Government Gazzete" pada tahun 1812. "Bataviasche Courant" kemudian diganti menjadi "Javasche Courant" yang terbit tiga kali seminggu pada tahun 1829 yang memuat pengumuman-pengumuman resmi, peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan pemerintah.
Pada tahun 1851, “De Locomotief” terbit di Semarang. Surat kabar ini memiliki semangat kritis terhadap pemerintahan kolonial dan pengaruh yang cukup besar. Abad ke-19, untuk menandingi surat kabar-surat kabar berbahasa Belanda, muncul surat kabar berbahasa Melayu dan Jawa meskipun para redakturnya masih orang-orang Belanda, seperti "Bintang Timoer" (Surabaya, 1850), "Bromartani" (Surakarta, 1855) , "Bianglala" (Batavia, 1867), dan "Berita Betawie" (Batavia, 1874).
Pada tahun 1907, terbitlah "Medan Prijaji" di Bandung yang dianggap sebagai pelopor pers nasional karena diterbitkan oleh pengusaha pribumi untuk pertama kali, yaitu Tirto Adhi Soerjo. Ketika Jepang berhasil menduduki Belanda dan akhirnya menduduki Indonesia pada tahun 1942, kebijakan pers pun berubah. Semua penerbit yang berasal dari Belanda dan Tiongkok dilarang beroperasi. Sebaliknya penguasa militer Jepang lalu menerbitkan sejumlah surat kabar sendiri.
Saat itu terdapat lima surat kabar yaitu Jawa Shinbun yang terbit di Jawa, Boernoe Shinbun di Kalimantan, Celebes Shinbun di Sulawesi, Sumatra Shinbun di Sumatra dan Ceram Shinbun di Seram. Kehidupan pada tahun 1950-1960-an ditandai dengan munculnya kekuatan-kekuatan politik dari golongan nasionalis, agama, komunis dan tentara.
Pada masa ini sejumlah tonggak sejarah pers Indonesia juga lahir, seperti LKBN Antara pada 13 Desember 1937, RRI pada 11 September 1945, dan organisasi PWI pada 1946 yang kemudian menjadi cikal bakal Hari Pers Nasional. Lahir pula TVRI, stasiun televisi pemerintah pada tahun 1962.
Bulan September hingga akhir tahun 1945, pers nasional semakin kuat ditandai dengan penerbitan "Soeara Merdeka" di Bandung dan "Berita Indonesia" di Jakarta, serta beberapa surat kabar lain, seperti "Merdeka", "Independen", "Buletin Berita Indonesia", "Warta Indonesia ", dan" Suara Indonesia Merdeka ". Inilah sekelumit dunia pers masa lampau itu cetus andri. Diajaman ini bagaimana nasip pers di indonesia.? dimana kemajuan dunia pers bisa dibilang mulai melesat cepat dengan hadirnya dunia Pers digital . Artinya media online yang bisa dibilang penyajian mereka lebih cepat dibandingkan media cetak dan radio juga TV. Bisakah dipahami oleh pers dijaman ini.?. Artinya Dunia Pers atau dunia penerbitan pers setidaknya perlu memahami kemajuan semua itu, artinya jaman dahulu menebitkan begitu susahnya sekarang dunia digital asli telah menguasai dunia secara global. disini perlunya seluruh Pers mengikuti perkembangan jaman agar tidak tertinggal Oke, Selamat merayakan Pers Nasional.Demikian andri Elyus Luntungan mengahiri perkataanya. (Agus dan Anton Jakarta).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar